Jakarta – Para ahli ekologi dan manajemen lanskap dari IPB University memberikan penilaian positif terhadap kinerja perusahaan baja nasional PT. Gunung Raja Paksi Tbk (GRP), yang menunjukkan komitmennya terhadap lingkungan melalui penerapan prinsip keberlanjutan dan ekonomi sirkular.
Profesor Hadi Susilo Arifin, pakar di bidang ekologi dan manajemen lanskap dari IPB University, mengatakan dalam sebuah pernyataan melalui telepon EPICTOTO di Jakarta pada hari Minggu bahwa komitmen tersebut terbukti saat perusahaan kembali meraih penghargaan Proper peringkat Biru untuk ke-12 kalinya dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), berkat penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan dan ekonomi sirkular.
Proper atau “Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup” Biru adalah salah satu kategori dari Proper yang diberikan kepada perusahaan yang dinilai memiliki kinerja lingkungan yang baik serta berhasil menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan secara menyeluruh untuk mendapatkan penghargaan ini.
Penghargaan tersebut merupakan bentuk pengakuan terhadap komitmen perusahaan dalam menjaga lingkungan dan keberlanjutan.
Selain itu, inovasi teknologi melalui kerja sama dengan perusahaan Eropa akan mendukung rencana perusahaan untuk memproduksi gulungan canai panas (Hot Rolled Coils/HRC) tanpa emisi karbon pada tahun 2027.
”Sungguh mengesankan, ini sangat baik dan harus dicontoh. Industri seharusnya berjalan seperti ini. Terlebih lagi, perusahaan tersebut telah menerapkan ekonomi sirkular. Ini sangat positif,” ujar Hadi.
Hadi juga mengapresiasi upaya GRP yang secara konsisten melakukan penghijauan di area pabrik.
Dari data laporan keberlanjutan perusahaan, hingga akhir 2023, GRP telah menanam lebih dari 9. 000 pohon dari 78 varietas.
Menurutnya, upaya ini dapat menjaga kualitas udara dan menciptakan lingkungan yang sehat, tidak hanya bagi karyawan, tetapi juga bagi masyarakat di sekitar.
”Memang seharusnya begitu. Sebab pada dasarnya, industri baja menghasilkan pencemaran, terutama CO2, emisi karbon, atau gas rumah kaca. Jika tidak ada perlakuan khusus, pasti akan mengganggu lingkungan,” tambahnya.
Hadi menjelaskan bahwa proses fotosintesis pohon-pohon besar di area pabrik GRP akan menyerap CO2, sehingga mengurangi emisi karbon.
Pengurangan emisi karbon tersebut, menurut Hadi, juga tergantung pada luas dan jenis pohonnya.
”Semakin banyak ruang terbuka hijau dan semakin besar pohon, tentu emisi karbon akan berkurang. Apalagi jika yang ditanam adalah jenis fast growing, yang tumbuh dengan cepat. Pohon-pohon ini menunjukkan bahwa penyerapan CO2-nya sangat baik,” jelas Hadi.
Tidak hanya pohon-pohon besar, Hadi juga menyebutkan adanya berbagai sarana olahraga yang dibangun oleh perusahaan di lingkungan kantor yang dapat memberikan dampak positif.
”Itu sangat baik. Apalagi jika terdapat tempat olahraga outdoor atau taman-taman. Ini bisa menjadi sarana rekreasi bagi karyawan. Dengan demikian, karyawan juga sehat, baik secara fisik maupun mental,” tambahnya.
Terkait dengan panel surya yang terpasang di atap area operasi perusahaan, Hadi sangat mendukung inisiatif tersebut.
Sebagaimana yang dilaporkan oleh laman The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA), GRP telah mengoperasikan salah satu panel surya atap terbesar di Jawa Barat dengan total kapasitas 9,3 MWp.
Inisiatif ini diharapkan dapat mengurangi 47. 400 ton CO2 per tahun. ”Sangat baik menggunakan energi terbarukan seperti ini. Ini adalah energi bersih,” kata dia.
Di sisi lain, Hadi sependapat dengan komitmen perusahaan untuk membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat, termasuk kesejahteraan dan kesehatan masyarakat di sekitar pabrik.
Termasuk perbaikan jalan yang dianggap dapat meningkatkan roda ekonomi dan memberantas sarang nyamuk penyebab Demam Berdarah.
Bahkan, keberadaan perusahaan yang dapat menyerap ribuan tenaga kerja di sekitar dianggap berperan dalam meningkatkan kesejahteraan dan Masyarakat. .