Jakarta – Thomas Trikasih Lembong, dikenal sebagai Tom Lembong, Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015–2016. Menyatakan penyesalan atas banyaknya hakim yang terlibat dalam kasus suap, termasuk hakim. Yang mengadili perkaranya terkait dugaan korupsi dalam importasi gula.
“Sejak awal, saya sempat menyatakan, kami serahkan saja kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Kami percaya kepada Yang Maha Adil dan Maha Mengetahui,” ucap Tom saat ditemui CVTOGEL sebelum sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada hari Senin.
Dia menegaskan akan terus berperilaku positif dan mendukung sepanjang proses persidangan yang menjerat dirinya sebagai terdakwa.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah mengganti hakim dalam kasus dugaan korupsi importasi gula yang melibatkan Tom Lembong sebagai terdakwa, mengubah hakim Ali Muhtarom menjadi Alfis Setiawan.
Penggantian tersebut dilakukan setelah Ali ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam dugaan suap dan/atau gratifikasi yang terkait dengan putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah di Jakarta pada Senin (14/4) dini hari.
Ali ditangkap bersamaan dengan dua hakim lainnya, yaitu Djuyamto dan Agam Syarief Baharudin. Selain itu, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap yang sama.
Penetapan hakim sebagai tersangka tersebut bermula dari pengungkapan kasus vonis bebas terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, yang juga melibatkan tiga hakim sebagai terdakwa, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Dengan demikian, susunan majelis hakim yang menangani kasus Tom Lembong terdiri dari Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika beserta hakim anggota Purwanto Abdullah dan Alfis Setiawan.
Dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar, di antaranya karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa dasar rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Surat pengakuan impor atau persetujuan tersebut diduga diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah yang akan diproses menjadi gula kristal putih, sementara Tom Lembong mengetahui bahwa perusahaan tersebut tidak berhak untuk melakukan pengolahan gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena merupakan perusahaan gula rafinasi.
Tom Lembong juga diketahui tidak menunjuk perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.
Atas tindakannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.