Jakarta – Haedar Nashir, sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menekankan bahwa. Peringatan kelahiran Pancasila yang jatuh pada 1 Juni bukan hanya sebuah acara, tetapi harus menjadi panduan ideologi dan etika dalam kehidupan bernegara.
“Jadikanlah momen lahirnya Pancasila sebagai komitmen terhadap nilai-nilai dan moral bangsa untuk merenungkan kembali identitas Indonesia sebagai negara yang didasarkan pada Pancasila,” ungkap Haedar dalam pernyataannya di Jakarta, pada CVTOGEL hari Minggu.
Haedar menegaskan bahwa di tengah perubahan zaman, Pancasila harus tetap menjadi pedoman ideologi dan etika dalam bernegara. Ini karena, dalam aspek ini, kehidupan bernegara masih memiliki kelemahan.
Dia menyatakan bahwa korupsi, kesenjangan sosial, penyalahgunaan kekuasaan, serta kurangnya teladan moral dari para pemimpin adalah contoh pengingkaran terhadap Pancasila yang perlu diperbaiki bersama-sama.
“Selain itu, penyalahgunaan kekuasaan dalam pengelolaan sumber daya alam, kekuatan oligarki politik dan ekonomi, penyelewengan serta politisasi hukum, serta kerusakan etika dalam bernegara masih terlihat jelas dalam kehidupan bernegara di negara ini,” katanya.
Politik, ekonomi, dan budaya setelah reformasi tampak sangat liberal, yang mengakibatkan kehidupan nyata menjadi serba pragmatis dan oportunistik, seperti politik uang, politik transaksional, perilaku preman, dan warga negara yang permisif.
“Oleh karena itu, tantangan terbesar kini bukanlah mempertentangkan Pancasila dengan ideologi lain atau terus memproduksi isu radikalisme tanpa kejelasan. Melainkan, bagaimana cara kita mewujudkan nilai-nilai Pancasila secara tulus dalam konteks sosial, politik, ekonomi, hukum, serta seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Haedar.
Menurut Haedar, jika Soekarno menyebut Pancasila sebagai philosopische grondslag (dasar filosofis) atau Weltanschauung (pandangan dunia), maka dasar negara ini harus dijadikan fondasi untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara secara struktural dan nyata dalam kegiatan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, Pancasila harus benar-benar dijadikan nilai penting yang menghidupi dan membentuk pola pikir dasar dalam kehidupan berbangsa dan pengelolaan negara.
“Di samping itu, harus tercermin dalam perilaku nyata dari para pejabat, aparat, dan semua elite publik dalam menjalankan pemerintahan dari pusat hingga daerah,” tambah Haedar.
Haedar juga menjelaskan bahwa Pancasila lahir dari kesepakatan para pendiri bangsa dan tokoh nasional yang berasal dari beragam latar belakang agama, suku, dan golongan.
“Pancasila merupakan hasil refleksi dan pemikiran mendalam untuk menghidupkan dasar negara yang inklusif, adil, dan mempersatukan. Pancasila bukan sekadar dokumen sejarah, tetapi merupakan nilai-nilai bersama yang harus direalisasikan dalam kehidupan nyata,” jelasnya.
Bagi Muhammadiyah, ungkap Haedar, Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebaliknya, nilai-nilai dalam Pancasila sejalan dengan ajaran Islam, yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, dan Keadilan Sosial.
Sejak awal kemerdekaan hingga saat ini, Muhammadiyah berkomitmen untuk menerima, menjaga, serta menerapkan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan berbangsa, melalui dakwah yang mengedukasi, pendidikan, kesehatan, dan aksi sosial kemanusiaan.
“Muhammadiyah menegaskan sikap dasar ini dalam dokumen resmi Negara Pancasila Darul Ahdi Wasyahadah,” tutur Haedar.